![]() |
Halaman iluminasi awal Mushaf Al-Qur’an Milik Kesultanan Ternate (Sumber: Ali Akbar “Mushaf Sultan Ternate Tertua di Nusantara: Menelaah Ulang Kolofon”. Jurnal Lektur, Vol. 8, No. 2, 2010),
|
Penulisan mushaf Al-Qur'an telah dilakukan sejak abad I Hijriah atau abad VII Masehi. Empat (ada yang menyebut lima) salinan pertama Al-Qur'an ditulis pada masa Khalifah Usman bin Affan kemudian dikirim ke beberapa wilayah Islam. Pada 651naskah baku penyalinan Al-Qur'an disebut Rasm Usman, dari naskah inilah kemudian pada abad-abad selanjutnya salinan Al-Qur'an dibuat perbanyak (Baca; Sejarah Al-Qur'an).
Nusantara diperkirakan penulisan Al-Qur'an telah dimulai sejak abad XIII. Ketika Pasai di ujung Pulau Sumatera menjadi kerajaan pesisir dan memeluk agama Islam secara resmi melalui pengislaman kepada raja (Gallop, 2004:123).
Islam di Maluku
Putuhena (1970: 264) “pada akhir abad II Hijriah telah tiba di Maluku (Utara) empat orang syekh dari Irak (Persia). Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak yang mengakibatkan golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik bani Umaiyah maupun bani Abasiyah. Keempat orang yang membawa faham syiah itu lalu pergi menyelamatkan diri menuju ke dunia Timur dan akhirnya tiba di Maluku.
syekh Mansur yang mengajarkan agama Islam Di Ternate dan Halmahera Muka. Selanjutnya disebutkan bahwa setelah meninggal dikuburkan di puncak Gamalama Ternate. Kemudian syekh Yakub mengajarkan agama Islam di Tidore dan Makeang, dan setelah meninggal dikuburkan di puncak Kie Besi. Sedangkan syekh Amin dan syekh Umar mengajarkan agama Islam di Halmahera Belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Kedua tokoh ini selanjutnya kembali ke Irak (Usman Talib,2011:20).
Meskipun agama Islam telah dikenal cukup lama di Maluku. Dalam catatan sejarah Islam tidak ditemukan mushaf Al-Qur’an sesuai dengan periodesasi yang dimaksud. mushaf Al-Qur’an baru ditemukan pada abad XVI di yaitu mushaf kesultanan Ternate selama ini.
Mushaf Al-Qur’an Milik Kesultanan Ternate
Penelitian yang dilakukan oleh Cholid Sodrie (1979), bahwa salah satu mushaf Al-Qur’an tertua di Nusantara (Indonesia) adalah milik kesultanan Tertnate. Mushaf Al-Qur’an ini disusun oleh Faqih Shaleh Afifuddin Abdul Baqi bin Abdullah Al-Admi, penyusunan selesai tepat pada 7 Zulkaidah 1005 Hijriah atau 18 Februari 1597 Masehi (Ambary, 1980; 20).
Tidak ada keterangan berapa lama Al-Qua’an ini ditulis. Menurut Ishom Yoesqi (2005;270) proses pengoreksian Al-Qua’an tersebut memakan waktu ± 1 tahun lamanya, karena harus mengirimkan mushaf Al-Qua’an ke Mekkah dan Madinah untuk dikoreksi.
Mushaf Al-Qur'an milik kesultanan Ternate ini telah berumur 435 tahun dan dianggap sebagai mushaf tertua di Nusantara bahkan dikawasan Asia. Hal ini juga pernah dikuatkan oleh sebuah surat dari Yayasan Festival Istiqlal, Jakarta, kepada Sultan Ternate, yang menyatakan bahwa naskah tersebut merupakan mushaf tertua di Indonesia. Agaknya, keterangan ini kemudian dikutip oleh Yoesqi dalam laporan hasil penelitiannya yang menyebut bahwa Al-Qur'an tersebut sudah berumur 435 tahun, dan “merupakan mushaf terkuno di Indonesia” (ibid).
Al-Qur'an yang berada dalam Keraton Ternate ini, diduga ditulis pada masa Sultan Khairun Djamil (1536-1570). Khairun adalah salah satu sultan Ternate yang punya motivasi kuat untuk peneybaran agama Islam. Dugaan ini dikaitkan dengan mushaf duplikat yang tersimpan di Masjid Agung Kesultanan Ternate, ditulis oleh orang yang sama dan mungkin dalam kurun waktu yang sama.
![]() |
Tanda permulaan juz dan ragam qira’at tertera di sisi luar halaman.Pada Bagian luar halaman juga tampa telah dimakan rayab, karena sejauh ini perawatan hanya dilakukan secara tradicional.
|
Mushaf Al-Qur'an milik kesultanan Ternate berukuran 31 x 20,5 x 10 cm. ukuran bidang teks agak kecil, sekitar 22 x 11 cm dengan menyisahkan ruang yang cukup lebar di sisi luar sebelah kanan-kiri teks untuk catatan qira’at dan lain-lain. Pada setiap halaman terdapat 13 baris per halaman. Naskah Al-Qur'an tersebut mengunakan kertas buatan Eropa. Al-Qur'an ini memiliki iluminasi yang indah dengan pola yang khas, dibagian awal dan akhir mushaf. Ilmunasinya dikerjakan dengan ketrampilan yang tinggi, dan tinta yang digunakan adalah tinta hitam dan merah. Teks Al-Qur'an ditulis dengan tinta hitam, sedangkan tinta warna merah digunakan untuk penulisan nama surah, tanda bulat diakhir ayat, tanda juz, tanda tajwid, serta hadis-hadis keutamaan membaca surah tertentu di awal setiap surah (Ali Akbar, 2010; 286-287).
Secara umum kondisi mushaf Al-Qur'an mili kesultanan Ternate tidak begitu baik, karena pojok-pojok dan pinggir mushaf telah dimakan rayap. Jilitan sudah agak rusak, dan kulit kover depan sudah tidak ada (rusak). Selian mushaf Al-Qur'an tua, juga terdapat tiga mushaf Al-Qur'an lainnya yang tersimpan di “kamar puji” kesultanan Ternate berdampingan dengan mahkota sultan. Sementara dua mushaf Al-Qur'an lainnya berada di Masjid Sultan Ternate. Mushaf ini mereupakan “satu keluarga dekat” dengan empat mushaf lainnya (Ibid).
Mushaf Al-Qur’an Dari Alor, NTT
Pada kurun waktu memrintahnya Sultan Khairun dan Sultan Baabullah (1570-1583) dalam konteks sosia-historinya dapat dibuktikan dengan adanya agama Islam yang telah melembaga dalam kehidupan masyarakat. Abad XV-XVI adalah puncak kemasyhuran Kesultanan Ternate. Ini dibuktikan dengan perlawanan sengit yang dilakukan oleh Kesultanan Ternate terhadap Portugis. Gencarnya perlawanan bersamaan dengan sebaran agama Islam. Selain itu, kedua sultan tersebut adalah motivator utama dalam penulisan mushaf tersbut.
Al-Qur'an tulisan tangan ini, juga digandakan sebanyak 8 eksemplar untuk dibagikan keseluruh wilayah kesultanan Ternate. Bahkan Al-Qur'an kuno dari kulit kayu dari Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan peninggalan Kesultanan Ternate saat menyebarkan Islam di Alor pada 1519 Masehi.
Al Qur'an tulis tangan dengan tinta berwarna hitam dan merah, Al Qur'an ini merupakan peninggalan zaman Sultan Baabullah dari kesultanan Ternate yang dibawa oleh keluarga kerajaan bernama Lang Gogo.
Dalam tradisi lisan masyarakat Ternate, keberadaan Al-Qur'an tulisan tangan yang berada di Alor diyakini dibawakan oleh Lang Gogo utusan dari kesultanan Ternate beserta empat saudaranya menyebarkan agama Islam di wilayah Alor. Kelima orang tersebut adalah utusan dari Sultan Baabullah.
Peristiwa di atas juga dibenarkan oleh Jogugu Kesultanan Ternate, Mahmud Zulkiram M. Chaeruddin. Ia mengemukakan bahwa, Al-Qur'an yang terbuat dari kulit kayu di Nusa Tenggara Timur, saat ini masih disimpan rapi di rumah milik Nurdin Gogo (keturunan langsung dari Lang Gogo) yang merupakan salah satu keturunan Kesultanan Ternate, di Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (Hairil Hiar, 19/5/2017 liputan6.com).
Semangat Dakwah dan penyalinan Al-Qur'an
Mushaf Al-Qur'an tertua di Nusantara ditemukan tepatnya pada Jumadilawal 993 Hijriah atau akhir abad XVI, koleksi William Marsden. Berdasarkan kertas, bentuk buku dan kaligrafinya, Gallop (2004) memnerikan kesimpulan bahwa naskah tersebut dari Indonesia, mungkin dari Sumatera. Sementara Mushaf Al-Qur'an tertua kedua bertanggal 7 Zulkaidah 1005 Hijriah atau 1597 Masehi. Naskah mushaf ketiga berasal dari Johor pada 1606.
Berabad-abad lamanya penyalinan Mushaf secara tradisional terus berlangsung sampai akhir abad XIX atau awal abad XX yang berlangsung diberbagai kota atau wilayah penting masyarakat Islam masa lalu seperti Aceh, Ternate, Padang, Palembang, Banten, Cirebon, Yogyakarta, Solo, Madura, Lombok, Banjarmasin, Samarinda, Makassar, dll. Warisan masa lampau tersebut kini tersimpan diberbagai pepustakaan, museum, pesantren, ahli waris, dan kolektor dalam jumlah yang cukup banyak.
Penyakilnan mushaf kuno sejak awal didorong oleh semangat dakwah dan mengajarkan Al-Qur'an. Karena pada masa itu belum ada teknologi untuk pengandaan naskah dalam jumlah besar, semua naskah mushaf hanya ditulis tangan. Menjelang abad XIX minat penulisan mushaf Al-Qur'an di Nusantara semakin berkurang. Bahkan, diperkirakan pembuatan seni mushaf Al-Qur'an di Nusantara mulai berhenti pada awal abad XX. Hal ini akibat dari penjajahan yang semakin tidak terbendung, sehingga menghambat penyalinan dan penyebaran Al-Qur'an, selain belum ada teknologi percetakan yang dapat produksi mushaf secara massal.